Senin, 04 Maret 2013

Kasus Korupsi Bagai Buku Tua yang Terselip

Korupsi bagai buku tua yang terselip
Suatu ketika disaat memerlukan sebuah referensi dalam merumuskan atau memecahkan suatu masalah terkadang terbentur oleh satu hal, yaitu: dari mana refferensi itu didapat setelah tahu pokok permasalahan dirumuskan? Hal sepele sebagai contoh adalah bila kita terbentur dengan satu kata yang tidak diketahui arti dan  maknanya. Lantas langkah yang pasti diambil adalah mencari refferensi apa yang dapat menjelaskan arti dan makna yang tidak diketahui itu dari buku, browsing atau sejenisnya. Tanpa sadar setelah sekian waktu bingung dan tidak juga menemui arti dan makna yang dicari, ternyata ada di sebuah buku tua usang lecek terselip dan tertindih diantara rongsokan. Lalu, bagaimana bla dihubungkan dengan kasus korupsi di Indonesia ini? Apakah kasus korupsi bagai buku tua yang terselip juga?
Bila melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia ini, kasus korupsi sepertinya tidak beda dengan buku tua yang terselip. Kasus korupsi di Indonesia tidak pernah hanya sebatas judul, kulit dan daftar isi. Kasus korupsi di Indonesia ini persis sekali dengan sebuah buku, mulai dari judul, cover, daftar isi dan sebagainya. Tidak pernah dan mungkin tidak akan mampu seseorang melakukan korupsi itu secara perseorangan atau single, semua bisa terjadi bila terbentuk lingkaran yang memiliki jaringan-jaringan.
Disaat melakukan korupsi, mereka para koruptor memliki target yang berupa judul proyek atau apalah yang bernilai duit. Dari situ si koruptor akan membuat suatu catatan-catatan penting, bisa berupa strategi dan  jaringan. Setelah  si koruptor memperoleh jaringan dan strategi, tentu mereka semua akan berembuk menyamakan suara sebelum melakukan tindakan korupsi. Barulah kemudian dengan saling pengertian dan kesepahaman, tindakan korupsi akan dilakukan dan biasanya berhasiil dengan baik dan lancar.
Tindakan korupsi yang dilakukan oleh koruptor-koruptor itu akan berjalan dengan mulus, alias aman-aman saja. Bisa jadi tidak akan pernah terbongkar hingga satu-per satu dari koruptor itu dimasukan kedalam tanah. Bila yang dilakukan koruptor-koruptor itu bertahan dalam waktu yang panjang, bisa diartikan mereka telah berhasil dalam membangun jaringan dan strategi kesepahaman sempurna. Kasus korupsi yang mereka lakukan tidak pernah terdengar, apalagi tercium. Kasus korupsi itu begitu tertata bagai buku, yang kemudian buku itu terselip dan memnag diselipkan tanpa seorang pun tahu bahwa itu adalah kasus korupsi.
Lantas apa hubungannya buku dengan para koruptor di Indonesia yang terjerat oleh KPK? Apa mereka tidak seperti pelaku koruptor yang berhasil hingga keliang lahat? Jadi apa sebabnya mereka bisa terjerat KPK? Menurut saya bila dikaitkan dengan 'kasus korupsi bagai buku tua yang terselip' ada dua alasan, pertama salah dalam membuat strategi jaringan kesepahaman dan kedua KPK semakin banyak memerlukan refferensi 'sosok koruptor' yang harus dijerat.
Sebenarnya kesalahan strategi bukan hal baru sebagai sumber kegagalan dalam bidang apapun, entah itu bisnis, hukum, politik atau hanya sekelompok 'grup paduan suara'. Pada awalnya, sebuah grup paduan suara pasti dibentuk oleh kemampuan masing-masing dalam bernyanyi. Artinya masing-masing personal itu memiliki apa yang dibutuhkan oleh paduan suara tersebut, lalu mereka berlatih dan berlatih dengan dukungan pelatih paduan suara. Dihari H disaat lomba panduan suara, tiba-tiba paduan suara tersebut kalah hanya karena suara sumbang dari satu anggotanya  pada satu bait lagu yang dinyanyikan. Hanya karena ulah satu anggota yang bernyanyi sumbang, satu paduan suara itu menerima akibatnya. Berarti ada yang salah pada paduan suara ini, yaitu salah memilih anggota yang seirama dan diinginkan oleh panitia lomba.
Bagaimana bila hal diatas dikaitkan dengan kasus korupsi? Begini, kasus korupsi yang terjadi di Indonesia ini tidak pernah akan terungkap bila tidak ada 'nyanyian sumbang', seperti nada ' bos besar', si A atau si B. Satu kena akan membuat KPK semakin butuh referensi pelaku lainnya. Hanya karena satu pelaku kasus korupsi yang terjerat, bisa dipastikan akan ada dua, tiga, atau lebih lingkaran atau jaringan akan ditelurusi oelah KPK. Situasi ini tergantung kekuatan dan tingkat kesepahaman dari si koruptor pada jaringannya. Apabila si koruptor yang terjerat itu kuat ya pastinya anggota lain akan aman-aman saja, kasus korupsi bisa terputus sebatas pelaku korupsi yang terjerat itu. Tapi, bila si pelaku kasus korupsi itu orang yang tidak bisa dipercaya dan plin-plan pada jaringannya, sudah bisa dipastikan nyanyian akan keluar dan menyerert anggota dalam jaringannya itu.
Nyanyian sumbang ini bisa saja akibat ketidakpuasan atau desakan, tapi yang jelas kasus korupsi yang menjerat jenis pelaku korupsi seperti ini dipastikan akan menghasilkan atau mungkin bisa dijadikan alat penjerat bagi pelaku korupsi dilingkarannya. Disinilah letak kesalahan strategi dari para pelaku korupsi yang terbongkar secara berjamaah, mereka salah memilih dan membuat lingkaran. Mereka salah dalam merumuskan judul, salah dalam membuat rumusan dan lain sebagainya. Ibarat buku, mereka pelaku korupsi itu adalah buku menarik yang harus dibaca, karena banyak menimbulkan pertanyaan bagi calon pembacanya, khususnya KPK.
Satu hal lain adalah kesalahan strategi pada waktu dan tempat, sehingga tanpa sadar sebenarnya ada jaringan lain yang telah mengetahui gerakan dan tindakan-tindakan korupsinya. Nah, untuk tujuan tertentu buku-buku yang sebenarnya telah tertata dengan teratur akan terbuka dan terbaca oleh KPK. Apakah KPK itu tahu isi buku jaringan korupsi tanpa adanya rujukan? Jawabannya tidak, KPK akan membuka lembar demi lembar buku kasus korupsi bila memang buku itu ditemukan atau dilaporkan.
Satu kasus korupsi terungkap, maka KPK telah memiliki dan mendapat rumusan permasalahan baru yang harus dibahas dan dipecahkan hingga tuntas. Kasus korupsi terungkap pastinya bukan terjadi begitu saja, umumnya keterungkapan kasus korupsi itu memiliki sumber. Umumnya kasus korupsi itu terungkap bila ada laporan. Tanpa laporan, KPK atau  hukum lainnya tidak akan pernah menjerat pelaku korupsi. Satu laporan berarti satu bahan yang harus dianalisis, maka tidak tertutup kemungkin dari seorang pelaku kasus korupsi yang terjerat KPK akan membuahkan pelaku-pelaku lainnya. Buah ini akan semakin banyak, bila buku tua yang terselip itu terbaca oleh KPK.
Kasus korupsi itu bagai buku tua yang 'terselip', buku ini akan terbuka bila pelaku merasa ada ketidakadilan, penghianatan dan kezhaliman pada pemiliknya. Inilah kenyataan di Indonesia, kasus korupsi tidak pernah terungkap bila 'buku' tidak pernah dibuka. Bahkan kalau bisa, kasus korupsi itu dijadikan buku tua yang sengaja disembunyikan dan tetap tersembunyi. Buku ini sangat penting bagi pemiliknya, karena bila suatu saat satu atau dua dari jaringan kesepahamannya berganti arah atau berlawanan, buku ini akan bermanfaat untuk sama-sama merasakan akibat yang dirasakan oleh pemilik buku. 
Bila pemilik buku aman-aman saja, pastinya buku dibiarkan tersimpan, kotor dan berdebu tanpa perlu dibaca. Inilah kenyataan yang terjadi pada kasus-kasus korupsi yang terungkap di Indonesia oleh KPK. Untuk contoh kasus mungkin bisa dirujuk pada kasus korupsi M. Nazaruddin yang membuka buku berupa nyanyian penjerat Angie, AAM dan sederet lainnya. Anas pun akan membuka buku yang telah lama disimpan, mungkin untuk jaga-jaga dan sekarang dibuka karena dirinya dizhalimi. Kalau tidak ya buku itu akan lapuk dengan sendirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar